⭐ 9.0/10

inibokep - Pertama Kali Tiba Diapartemen Jepang

10 Juni 2025 Oleh: INIBOKEP Baca: 8 menit
Pertama Kali Tiba Diapartemen Jepang

Cerita Dewasa - Pertama Kali Tiba Diapartemen Jepang

Saya pertama kali tiba di Jepang pada awal Februari. Saat itu, kota kecil tempat saya kuliah masih tertutup salju. Ketika saya mencari apartemen untuk ditinggali nanti, yang saya tahu hanya pemilik apartemen itu masih muda dan sangat cantik. Saat itu, ia mengajak saya berkeliling apartemen. Setelah menandatangani kontrak sewa, saya tidak pernah bertemu dengannya lagi hingga akhir Maret. Meskipun ia tinggal di rumah besar yang letaknya persis di sebelah kanan apartemen yang saya sewa, kesibukan saya di kampus membuat saya selalu pulang larut malam. Selain itu, seperti kebiasaan orang-orang yang tinggal di negara empat musim, pada musim dingin, rumah besar itu selalu menutup pintu dan jendela rapat-rapat. Saya membayar sewa apartemen itu dengan cara mentransfer uang melalui bank ke rekeningnya. Dari situlah, saya hafal namanya: Yumiko Kawamura.


Yumiko ternyata sangat menggoda bagi kaum lelaki. Aku baru menyadarinya akhir April lalu. Saat itu hari Jumat, 30 April. Aku lupa ke bank untuk membayar sewa apartemen. Kalau menunggu sampai hari Senin, berarti tanggalnya 3 Mei. Padahal, sesuai perjanjian, sewa bulan berikutnya harus dibayar paling lambat hari terakhir bulan sebelumnya. Dia sendiri yang membukakan pintu rumahnya saat itu. Aku jelaskan alasanku untuk tidak membayar lewat bank. Ternyata dia bilang tidak masalah. Lewat bank atau diantar langsung, tidak masalah baginya. Hanya saja, orang Jepang biasanya tidak mau repot atau belum tentu punya waktu sehingga membayar sewa lewat transfer otomatis antar rekening bank. Waktu Yumiko ketemu aku, aku terpesona dengan kecantikan dan bentuk tubuhnya. Tingginya sekitar 167 cm. Rambutnya sebahu.


Wajahnya putih mulus dengan mata, alis, hidung, dan bibirnya yang indah. Dari celana jeans dan sweater ketat yang dikenakannya, aku bisa melihat dengan jelas postur tubuhnya. Lingkar pinggangnya sekitar 58 cm. Pinggulnya lebar indah, lingkarnya tak kurang dari 98 cm. Payudaranya sangat montok dan menggelembung indah, lingkarnya sekitar 96 cm. Kalau dibawa ke ukuran bra Indonesia, dia pasti akan memakai bra dengan ukuran 38. Ukuran payudara yang enak dicium, dihisap, dan diremas. Melihatnya membelakangiku, aku membayangkan betapa nikmatnya jika tubuh indah nan lentur itu disentuh dari belakang. Perlu diketahui, aku masih jomblo. Meski suka menonton video porno dan masturbasi, aku belum pernah berhubungan seks dengan pacar-pacarku. Semenjak tahu kalau sewa apartemen bisa dicicil langsung, aku memutuskan untuk tidak lagi membayar lewat transfer bank. Alasannya, aku bisa menghemat biaya transfer. Selain itu, aku bisa memandangi wajah cantik dan tubuh seksi Yumiko.


Bulan Mei, udara di kotaku tak lagi sedingin itu. Udara telah berubah menjadi dingin. Yumiko Kawamura sering terlihat bekerja di halaman pada hari Sabtu atau Minggu. Kadang-kadang ia memotong rumput, memangkas pohon-pohon kecil, atau merapikan pot tanamannya. Aku paling suka memandangi tubuhnya saat ia membelakangi jendela apartemenku. Seiring berjalannya waktu, aku jadi tahu sedikit tentang keluarganya. Yumiko berusia 30 tahun. Ia memiliki dua orang anak, keduanya perempuan. Anak pertama berusia tujuh tahun, dan anak kedua berusia lima tahun. Suaminya bekerja di kota lain, pulang ke rumah pada akhir pekan. Ia tiba di rumah Sabtu pagi, dan pulang lagi Minggu tengah malam. Pada hari terakhir bulan Mei, Senin, aku bermaksud membayar sewa apartemen pada malam hari. Karena itu, aku pulang dari kampus lebih awal dari biasanya. Saat itu, aku tiba di apartemen pukul 5 sore. Setelah menyimpan ranselku, aku pergi ke rumah Yumiko Kawamura. Aku mengetuk pintu, tetapi tak ada jawaban dari dalam. Aku memencet bel yang terpasang di kusen pintu. Aku menunggu sekitar satu menit, tetapi tidak ada suara dari dalam rumah. Sepertinya tidak ada orang di rumah. Mungkin Yumiko dan anak-anak sedang di supermarket. Akhirnya aku kembali ke apartemen dan mandi. Setelah mandi aku menonton TV, sampai akhirnya aku tertidur di depan TV.


Aku terbangun jam setengah delapan malam. Kutengok rumah Yumiko dari jendela apartemen. Lampu-lampu rumahnya sudah menyala. Berarti mereka sudah datang. Akupun membawa amplop berisi uang sewa apartemen. Kupencet tombol bel pintunya, seraya mengucap, “Gomen kudasai.”


Sejenak hening, namun kemudian terdengar sahutan, “Hai. Chotto matte kudasai.”


Terdengar suara langkah di dalam rumah menuju pintu. Kemudian pintu terbuka. Aku terpana. Di hadapanku berdiri Yumiko dengan hanya mengenakan baju kimono yang terbuat dari bahan handuk sepanjang hanya 15 cm di atas lutut. Paha dan betis yang tidak ditutupi kimono itu tampak amat mulus. Padat dan putih.


Kulitnya kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang pendek. Pinggulnya yang besar melebar dengan aduhainya. Pinggangnya kelihatan ramping.


Sementara kimono yang menutupi dada atasnya belum sempat dia ikat secara sempurna, menyebabkan belahan dada yang montok itu menyembul di belahan baju.


Payudara yang membusung itu dibalut oleh kulit yang putih mulus. Lehernya jenjang. Beberapa helai rambut terjuntai di leher putih tersebut. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhnya.


Agaknya dia sedang mandi, atau baru saja selesai mandi. Tanpa sengaja, sebagai laki-laki normal, kontholku berdiri melihat kesegaran tubuhnya.


“A… Bobby-san. Watashi no imoto to omotteta…” sapanya membuyarkan keterpanaanku. Agaknya aku tadi dikiranya adik perempuannya. Pantas… dia berpakaian seadanya.


Untuk selanjutnya, percakapanku dengannya kutulis di sini langsung dalam bahasa Indonesia saja agar semua pembaca mengetahuinya, walaupun percakapan yang sebenarnya terjadi dalam bahasa Jepang.


“Kawamura-san, maaf… saya mau membayar sewa apartemen,” kataku.


“Hai, dozo… Silakan duduk di dalam, dan tunggu sebentar,” sahutnya.


Aku berjalan mengikutinya menuju ruang tamu. Kuperhatikan gerak tubuhnya dari belakang. Pinggul yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakinya.


Edan! Ingin rasanya kudekap tubuh itu dari belakang erat-erat. Ingin kutempelkan kontholku di liatnya gundukan pantatnya. Dan ingin rasanya kuremas-remas payudara montoknya habis-habisan.


Aku duduk di bantal duduk yang disediakan mengelilingi meja tamu. Sementara dia naik tangga menuju lantai dua. Langkah-langkah betis indah di anak-anak tangga itu tidak pernah lepas dari tatapan liar mataku.


Empat menit kemudian dia turun dari lantai dua. Baju yang dikenakan sudah ganti. Sekarang dia mengenakan baju kimono tidur putih yang berbahan licin.


“Ingin minum apa? Kopi, teh, atau bir?” tanya Yumiko.


“Teh saja,” jawabku. Selama ini aku memang belum pernah minum bir. Bukan aku antialkohol atau menganggap bahwa bir itu haram, namun hanya alasan takut ketagihan minuman alkohol saja.


Yumiko kemudian membawa baki berisi poci teh hijau dan sebuah cangkir untukku. Untuk dia sendiri, diambilnya satu cangkir besar dan tiga botol bir dari kulkas. Kemudian aku pun menikmati teh khas Jepang tersebut, sementara dia menikmati bir.


“Kok sepi? Anak-anak apa sudah tidur?” tanyaku.


“Mereka sedang main ke rumah adik perempuan saya. Tadi perginya bersama-sama saya. Lalu saya pulang duluan karena harus ke supermarket dulu untuk membeli sayur dan buah. Mungkin sebentar lagi mereka akan tiba, diantar oleh adik perempuan.”


“Oh… pantas, tadi saya ke sini tidak ada orang. Sepi.”


“Bobby-san berasal dari mana? Tai? Malaysia? Filipina?”


“Saya dari Indonesia.”


“Indonesia…” Yumiko tampak berpikir, “dengan Pulau Bali?”


“A… itu. Bali adalah salah satu pulau dari Indonesia.”


“O ya? Sungguh pulau yang indah. Saya belum pernah ke sana, namun ingin dapat mengunjungi Bali. Saya mempunyai brosurnya.”


Yumiko beranjak dari duduknya dan mengambil suatu buku tipis tentang pulau Bali dari rak buku. Pada posisi membelakangiku, aku menatap liar ke tubuhnya.


Mataku berusaha menelanjangi tubuhnya dari kain kimono mengkilat yang dia kenakan. Pinggangnya ramping. Pinggulnya besar dan indah. Kemudian betis dan pahanya yang putih mulis tampak licin mengkilap di bawah sorot lampu TL.


Yumiko kemudian membuka brosur tentang pulau Bali tersebut di atas meja tamu. Dia bertanya-tanya tentang gambar yang ada dalam brosur tersebut sambil kadang-kadang meneguk bir.


Kini dari mulutnya yang indah tercium wanginya bau bir setiap kali dia mengeluarkan suara. Kupikir sungguh kuat dia meminum bir.


Tiga gelas besar sudah hampir habis diteguknya. Perhatian dia ke foto-foto di brosur dan bir saja. Ngomongnya kadang agak kacau, mungkin karena pengaruh alkohol.


Namun bagiku adalah kesempatan menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Dia tidak menyadari bahwa belahan kain kimono di dadanya mempertontonkan keindahan gumpalan payudara yang montok dan putih di kala dia agak merunduk.


Kring… kring… Tiba-tiba telpon berdering.


Yumiko bangkit dan berjalan menuju pesawat telpon. Pengaruh kebanyakan minum bir mulai terlihat pada dirinya. Jalannya agak sempoyongan.


“Sialan…” makiku dalam hati karena dering telpon tersebut memutus keasyikanku melihat kemontokan payudaranya.


Yumiko terlibat pembicaraan sebentar di pesawat telpon. Kemudian kembali lagi ke bantal duduknya semula dengan jalan yang sempoyongan.


“Anak-anak tidak mau pulang,” Yumiko menjelaskan isi pembicaraan telponnya. “Malam ini mereka bermalam di rumah adik perempuan saya. Besok mereka diantarnya langsung ke sekolah mereka.”


Yumiko menuangkan bir ke gelasnya lagi. Sudah gelas yang keempat. Edan juga perempuan Jepang ini. Jalannya sudah sempoyongan namun masih terus menambah bir.


“Bobby-san sudah menikah?” tanyanya.


“Belum,” jawabku.


“Sudah ada pacar?”


“Sudah. Saat ini masih kuliah di Indonesia.”


“Syukurlah. Nikmati masa pacaran. Masa pacaran adalah masa yang indah. Bagaimana permainan cinta sang pacar?”


Kunilai kata-kata Yumiko semakin mengacau. Semakin berada di alam antara sadar dan tidak sadar.


“Permainan cinta?”


“Iya… permainan sex.”


“Saya belum pernah melakukan hubungan sex, termasuk dengan pacar saya. Kebanyakan perempuan di negara saya masih menjaga kegadisan sampai dengan menikah.”


Yumiko tertawa lirih mendengar kata-kataku. Suara tawanya amat menantang kejantananku. “Di Jepang gadis-gadis sudah melakukan hubungan sex dengan pacar mereka pada usia 17 atau 18 tahun.


Kalau belum melakukan hal tersebut, mereka belum merasa menjadi orang dewasa. Mereka akan diejek kawan-kawannya masih sebagai anak ingusan.


“O… begitu. Baru tahu saya…”


“Kalau begitu Bobby-san masih perjaka?”


“Saya tidak tahu masih disebut perjaka atau tidak. Saya belum pernah melakukan hubungan sex. Namun sejak usia 15 tahun saya suka melakukan masturbasi untuk mengatasi kebutuhan sex saya.”


Yumiko tertawa lagi. Tawa yang membangkitkan hasrat. Sialan. Aku diejek sebagai anak ingusan oleh pemilik bibir ranum sensual itu. Inginn rasanya kubuktikan kedewasaan dan kejantananku.


Ingin rasanya kulumat habis-habisan bibir merekah itu. Inginnn rasanya kusedot-sedot payudara aduhai itu dengan penuh kegemasan.


“Kenapa tidak cari pacar yang dapat diajak berhubungan sex sekarang-sekarang ini? Bobby-san ganteng, badan tinggi-tegap dan berpenampilan jantan.


Kalau di sini cari pacar, pasti banyak perempuan Jepang yang mau. Sayang kalau energi pada usia muda tidak dinikmati.” Omongan Yumiko semakin ngelantur. Pasti karena kebanyakan minum bir.


Nah, benar terkaanku. Dia mulai tidak sadar. Bicaranya tambah mengacau. Kebiasaan orang Jepang, kalau mulaihilang kesadarannya karena kebanyakan minum bir, apa yang dia pendam dalam hati akan dia keluarkan satu per satu.


Yumiko menenggak bir lagi. Habislah gelas yang keempat. Dan dia mengisinya kembali sampai penuh. Padahal matanya sudah merah dan kelihatan mengantuk. Namun dalam kondisi demikian kulihat keayuan aslinya.


Mata mungil yang setengah tertutup kelopak mata itu tampak sangat bagus. Terus terang aku menyukai perempuan bermata sipit, contohnya perempuan Jepang, Cina, atau Korea.


Bibir Yumiko yang sensual dan berwarna merah muda tanpa polesan lipstik itu mengeluarkan keluhan-keluhan tentang keloyoan suaminya dalam masalah sex.


Namun biarlah dia mengoceh, bagiku yang terpenting adalah menatap bibir merekah itu tanpa rasa risih karena yakin si empunya dalam keadaan tidak tersadar.


“A… Bobby-san. Gomen… sampai lupa ke masalah utama. Sebentar, saya ambilkan kuitansi untuk pembayaran apartemen…”


Yumiko Kawamura menenggak bir lagi.


“Kawamura-san. Daijobu desu ka?” aku mengkhawatirkan kesadarannya karena dia sudah kebanyakan minum bir.


“Daijobu desu. Saya sudah terbiasa minum bir banyak-banyak. Semakin banyak minum bir dunia terasa semakin indah.”


Yumiko beranjak dari duduknya. Dia mencoba berdiri, namun sempoyongan terjatuh. Aku bersiap-siap menolongnya, namun dia berkata, “Mo ii desho. Daijobu…”


Yumiko berusaha berjalan menuju rak buku. Namun baru menapak dua langkah… Gedebrug! Dia terjatuh seperti yang kukhawatirkan.


Untung tangannya masih sempat sedikit menjaga badannya sehingga dia tidak terbanting di lantai kayu. Walaupun lantai kayu tersebut ditutup karpet, namun akan cukup sakit juga bila badan sampai jatuh terbanting di atasnya.


“Ak… ittai…” dia berteriak kesakitan.


Aku segera menolongnya. Punggung dan pinggulnya kuraih. Kubopong dia ke atas karpet bulu yang tebal. Kuletakkan kepalanya di atas bantal duduk. Dalam waktu seperti itu, tercium bau harum sabun mandi memancar dari tubuhnya.


Kimono atasnya terbuka lebih lebar sehingga mataku yang berada hanyasekitar 10 cm dari payudaranya melihat dengan leluasa kemontokan gumpalan daging kenyal di dadanya.


“Ittai…” sambil masih pada posisi tiduran tangannya berusaha meraih betisnya yang terbentur rak tadi. Namun pengaruh banyaknya bir yang sudah dia minum membuatnya tak mampu meliukkan badannya dalam menggapai betis. Kulihat bekas benturan tadi membuat sedikit memar di betis yang putih indah itu.


Aku pun berusaha membantunya. Kuraih betis tersebut seraya meminta permisi, “Sumimasen…” Kuraba dan kuurut bagian betis yang memar tersebut.


“Ak… ittai…” Yumiko meringis kesakitan. Namun kemudian dia bilang, “So-so-so-so-so… Betul bagian situ yang sakit. Ah… enak… Ah… ah… terus… terus…”


Lama-lama suaranya hilang. Sambil terus memijit betis Yumiko, kupandang wajahnya. Matanya sekarang terpejam. Nafasnya jadi teratur, dengan bau harum bir terpancar dari udara pernafasannya.


Dia sudah tertidur. Kantuk akibat kebanyakan minum alkohol sudah tidak mampu dia tahan lagi. Aku semakin melemahkan pijitanku, dan akhirnya kuhentikan sama sekali.


Aku pun bingung. Apa yang harus aku lakukan? Kuambil uang sewa apartemen dari saku kemeja dan kuletakkan di atas meja tamu di samping cangkir tehku. Terus bagaimana dengan kuitansi pembayarannya?


Kupandangi Yumiko yang tengah tertidur. Alangkah cantiknya wajah dia. Lehernya jenjang. Daging montok di dadanya bergerak naik-turun dengan teratur mengiringi nafas tidurnya, seolah menantang kejantananku.


Dan dada tersebut tidak dilindungi bra sehingga putingnya menyembul dengan gagahnya dari balik kain kimononya. Ngocoks.com


Pinggangnya ramping, dan pinggulnya yang besar melebar dengan indahnya. Kain kimono yang mengkilap tersebut tidak mampu menyembunyikan garis segitiga celana dalamnya yang kecil.


Sungguh kontras, celana dalam minim membungkus pinggul yang maksimum. Celana dalam yang di antara dua pahanya terlihat membelah.


Terbayang dengan apa yang ada di balik celana dalamnya, kontholku menjadi semakin tegang. Apalagi paha yang putih mulusnya dipertontonkan dengan jelas oleh kimono bagian bawah yang tersingkap. Dan paha tersebut tersambung dengan betis yang indah.


Edan! Melihat lekuk-liku tubuh aduhai yang tertidur itu nafsuku naik. Terbangunkah dia bila kutiduri? Beranikah aku? Teman-teman Jepangku yang tertidur karena kebanyakan minum bir biasanya akan pulas sampai sekitar satu atau dua jam.


Apakah Yumiko juga begitu? Akankah dia terbangun bila tubuhnya kugeluti tanpa memasukkan konthol ke liang memeknya?


Dukung Kami

Jika Anda menikmati konten kami, pertimbangkan untuk memberikan donasi. Setiap kontribusi akan membantu kami terus menyediakan review film berkualitas dan konten eksklusif lainnya.